Keterbatasan Tak Halangi Para Siswa SLB Ini Hasilkan Ratusan Lembar Kain Batik

Penulis Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono | Editor Khairina

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Krida Mulia, Rongkop, Gunungkidul, Yogyakarta, jauh dari hiruk pikuk kota. Sekolah yang berada di tengah pegunungan karst ini, para siswanya pintar membatik. Berdiri sejak tahun 2008, sekolah ini mulai memfokuskan diri mengajarkan batik pada ratusan siswa berkebutuhan khusus pada tahun 2012 lalu. Sudah ratusan lembar kain batik yang dihasilkan para siswa ini. Salah satunya Venti Oktaviani, salah seorang siswi yang mengalami tuna rungu dan wicara ini tampak asyik membatik di kain yang diberikan oleh gurunya. Wajan berisi lilin, dan kompor minyak juga sudah berada di samping kirinya.

Sedikit demi sedikit pola bergambar bunga diselesaikannya. Untuk berkomunikasi dengan sejumlah jurnalis, dirinya didampingi oleh gurunya, Susiani Wahyuningtyas.

“Kesulitannya saat mulai menggambar di kain, karena malam gampang meluber di sekitar gambar itu yang membuat sulit, tetapi saya tetap berusaha untuk merapikan batik hasil karya saya,” kata Susi menerjemahkan bahasa isarat dari Venti, ditemui disela membatik Rabu (2/10/2019). Venti selain belajar membatik pada jam pelajaran dirinya juga belajar setelah pulang sekolah karena tinggal di asrama sekolah.

“Venti ini mudah menyerap ketika diajari membatik, ditambah lagi dirinya juga telaten, jadi mudah saat diajari membatik,” kata Susi.

Guru Pelajaran Membatik, Wagiyono mengatakan, sekolahnya fokus membatik pada tahun 2012. Para siswanya sudah mulai diajari membatik. Meski awalnya dengan peralatan sederhana, namun semangat para siswa untuk belajar membatik patut diapresiasi. Hingga akhirnya pihak sekolah mendapatkan bantuan peralatan membatik dari salah satu BUMN belum lama ini. Dijelaskannya, langkah-langkah membatik pertama siswa menggambar pola sederhana dengan menggunakan pensil pada sebuah kain lalu setelah itu diajarkan membatik dengan menggunakan canting.

“Untuk motif memang sederhana hanya hewan dan bunga,” ucapnya.

Butuh kesabaran untuk mengajarkan mereka agar mau belajar. Mereka tidak dipaksa. “Semangat anak-anak disini luar biasa mereka mau belajar batik walaupun dengan alat yang sederhana. Difabel kan banyak jenisnya kalau tuna rungu dan wicara itu masih bisa tetapi jika tuna grahita tidak bisa kita paksa untuk membatik,” ujarnya.

Siswa tuna grahita kalau berpikir lambat dan sangat tergantung dengan suasana hatinya. Apabila suasana hatinya tidak baik, maka sulit untuk diajarkan membatik. Untuk itu, pihak sekolah tidak mengajarkan pelajaran batik bagi siswa tuna grahita. Untuk tuna grahita diajarkan keterampilan lainnya seperti membuat keset.

Hari ini, bertepatan dengan Hari Batik Nasional, sekaligus juga dilaksanakan kegiatan peragaan busana batik yang dibuat oleh mereka sendiri. Belasan murid memamerkan karyanya di atas panggung yang dibuat di halaman sekolah. Mereka adalah siswa berkebutuhan khusus tuna rungu. Berbeda dengan penonton pada umumnya, saat para model naik panggung mereka melambaikan tangan sebagai pengganti tepuk tangan. Selain kain, mereka memproduksi tas batik, dompet dan berbagai benda lainnya yang terbuat dari batik

 

Sumber : https://regional.kompas.com/read/2019/10/02/16155341/keterbatasan-tak-halangi-para-siswa-slb-ini-hasilkan-ratusan-lembar-kain?page=all#page2

Kegiatan

Berita

Copyright © 2019 Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Gunungkidul